Polusi udara telah lama diketahui memiliki efek berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Namun, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Neurology menemukan hubungan potensial antara polusi udara dan peningkatan risiko demensia.
Sebelum melanjutkan membaca ada juga loh game online yang dapat melipatgandakan uang anda hanya di MANTAP168 tempat judi online dan slot-slot online terpercaya. Ayo daftarkan diri anda sekarang juga dan mainnkan untuk mendapatkan keuntungan serta promo-promonya yang banyak sekali. Jangan lewatkan kesemapatan anda!!!
Studi yang dilakukan oleh para peneliti di University of Washington di Seattle, menganalisis data dari lebih dari 3.000 peserta dalam studi Adult Changes in Thought (ACT). Para peserta berusia 65 tahun ke atas dan tidak memiliki tanda-tanda demensia pada awal penelitian.
Selama sepuluh tahun, para peneliti melacak paparan peserta terhadap polusi udara, termasuk partikel halus (PM2.5) dan nitrogen dioksida (NO2). Mereka juga menilai fungsi kognitif peserta dan mendiagnosis kasus demensia.
Studi tersebut menemukan bahwa tingkat paparan jangka panjang yang lebih tinggi terhadap PM2.5 dan NO2 dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia. Secara khusus, untuk setiap peningkatan 1 mikrogram per meter kubik (μg/m3) PM2.5, risiko demensia meningkat sebesar 16%, sedangkan untuk setiap peningkatan 10 bagian per miliar (ppb) NO2, risiko demensia meningkat. sebesar 10%.
Penulis utama studi tersebut, Dr. Rachel Shaffer, mengatakan dalam siaran pers, “Studi kami memberikan bukti lebih lanjut tentang efek berbahaya dari polusi udara pada kesehatan manusia. Kami menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap PM2.5 dan NO2 dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia, bahkan pada tingkat di bawah standar peraturan saat ini.”
Temuan penelitian ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap kebijakan kesehatan masyarakat dan perencanaan kota. Polusi udara adalah masalah utama di banyak kota di seluruh dunia, dan langkah-langkah untuk mengurangi tingkat polusi sangat dibutuhkan.
Dr. Shaffer mencatat, “Temuan kami menggarisbawahi pentingnya kebijakan untuk mengurangi polusi udara dan mempromosikan sumber energi bersih. Ini bukan hanya tentang mengurangi risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular; ini juga tentang melindungi kesehatan kognitif kita seiring bertambahnya usia.”
Hubungan antara polusi udara dan demensia masih belum sepenuhnya dipahami, namun para peneliti telah mengajukan beberapa kemungkinan mekanisme. Satu teori menyatakan bahwa polusi udara dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif di otak, yang menyebabkan kerusakan dan penurunan kognitif. Teori lain mengatakan bahwa polusi udara dapat mengganggu kemampuan otak untuk membersihkan protein beracun, seperti beta-amyloid, yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer.
Sementara penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara polusi udara dan demensia, temuan penelitian ini menyoroti kebutuhan mendesak akan tindakan untuk mengurangi tingkat polusi udara dan melindungi kesehatan masyarakat.
Selain perubahan kebijakan, individu juga dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi paparan polusi udara. Ini termasuk menghindari area lalu lintas tinggi, menggunakan pembersih udara di rumah, dan memakai masker saat kualitas udara di luar ruangan buruk.
Rekan penulis studi tersebut, Dr. Eric Larson, menekankan pentingnya mengambil tindakan untuk melindungi kesehatan kognitif seiring bertambahnya usia. Dia berkata, “Kita tahu bahwa demensia adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama, dan kita perlu melakukan semua yang kita bisa untuk mencegahnya. Studi ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa polusi udara merupakan faktor risiko demensia, dan kita harus mengambil tindakan untuk mengurangi paparan. tingkat dan melindungi kesehatan masyarakat.”